Kegetiran

Kegetiran.
oleh : Iqbal Arjchun Prayoga






Aku telah menaburkan lebih banyak bibit di tanah itu.
Agar tanaman-tanaman yang tumbuh saat kau berduka,
melihat aku bukan sebagai tuaannya.

Setiap lembayung menutup hari, kau tak luput berpesan agar 
menyirami kebun kebun esok pagi: dengan air matamu tentunya.

Namun setiap kau tak ada, 
aku akan kembali memupuki tanah-tanah gembur 
yang sarat akan cinta patahmu itu 
dengan ketulusan, dengan kasih sayang serta cinta yang tak terbatas.

Dahulu aku sering bercakap dengan kau 
perihal menjatuhkan diri pada jurang yang dinamakan cinta.
Namun kau hanya menyimpulkan senyummu saat aku menutup tutur kataku.
Aku paham betul, jatuh cinta itu pelik.
Di sisi yang pertama kau sedia membuka pintu gerbang menuju bahagia yang fana.
Di sebrang sisi itu kau juga menggenggam kemungkinan bahwa kehancuran siap menyambutmu pada perpisahan-perpisahan.

Selepas itu aku melihat matamu yang mengharu biru tetap sayu.
Aku selalu mendengarkan kau yang berbicara panjang perihal sesuatu yang menyayat-nyayat hati kau.
Kepalaku tertunduk sebab aku merasa ada yang tertindas.
Hatiku menimpali itu dengan jajaran puisi-puisi ini.

Kau tahu kegetiran itu bersemayam salam benakmu.
Namun kau biarkan
Kau malah memutuskannya tumbuh lebih subur lagi.

[ ditulis untuk mengingat,
dan kembali melanjutkan langkah-langkah
yang sempat terbata-bata ]

[ IAP // Subang, 30 Mei 2018 ]





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kau mengetahui bahwa aku tahu.

PENGHUNI HATI YANG TELAH PERGI